Kelak kaubaca kata-kataku mengucap ngilu
Mengabarkan masa-masa penuh tikai
Juga nyeri orang-orang tercinta yang jatuh terbantai
Setiap kali sepi mengepung begini aku ingin direngkuhnya
Melekapkan kepala di dada, menyimak lebur sungai
Di balik bukit-bukit landai
Kelak kaubaca kata-kataku mengeja rindu
Kuseru namanya berulangkali dengan desir darah dalam nadi
Aku dicintai
Aku dilukai
Siapakah di antara kalian tak kepayang
Pada tubuhnya yang tembus pandang
Kelak kaubaca kata-kataku menjerit sakit
Mengingat kami bukan lagi serajut bait
Setiap ruang terasa sempurna lengang
Dan kata-kataku selimbung dengung kumbang
Sayap-sayap kataku hendak di rengkuhnya, mengembang
Dan ia mengerosong jadi bayang-bayang
Lalu waktu kembali membentuk tubuhnya yang bening
Ketika kami telah saling pangling
Aku tak mampu lagi menyentuh
Sebagaimana dulu kami bersirengkuh
Kata-kataku mencari rujukan demi sekadar tautan
Ajal
Kami tak lagi saling kenal
Sebagaimana sebelum ia makna
Dan aku kata
Aku bukan bagian dari dirinya, ia bukan bagian dari diriku
Betapa lengang ruang, betapa laju waktu
Kelak kaubaca kata-kataku mengucap gagu
Jika ia, yang kaucinta, tak kautemu dalam diriku
Jakarta, September 2009
Karya: Sitok Srengene
Menemukan catatan ini di file-file lama. Ternyata tidak pernah dipublish di blog. Dari tanggal catatannya, September 2009, pastilah ini salah satu luapan hati waktu patah hati dulu, hehe. I am not that proud, tetapi ini adalah bagian dari sejarah yang sayang untuk dilupakan. Kejadian di masa lalu membuat kita belajar, toh?